Assalamualaikum…hai bloggers…jumpa lagi dengan Early yang di edisi-edisi ini lagi mau repost hasil-hasil seminar yang diikutii selama semester 1 kuliah di Kimia UGM. Kalau post sebelumnya membahas tentang zeolites dan zeotypes yang lebih kimia banget, kali ini Early akan berbagi wawasan tentang energi. Yap, seminar yang Early ikuti di Auditorium FMIPA-UGM 27 November yang lalu mengusung tema tentang Clean and Sustainable Energy Roadway Towards a Renewable Future. Seminar ini diselenggarakan oleh Gama Oil dan Gas, yakni sebuah komunitas khusus di UGM yang beanggotakan para mahasiswa yang berminat pada dunia perminyakan dan pertambangan. Seminar ini adalah salah satu program kerja dari komunitas tersebut dengan nama sepesifiknhya adalah Global Energy Science Seminar 2016. Intinya melalui acara ini Komunitas Gama Oil dan Gas ingin memberikan tambahan wawasan kepada para mahasiswa dari latar belakang manapun untuk memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya energi, terutama kondisi energi yang terjadi di Indonesia.
Global Energy Science Seminar ini dimulai tepat pukul 08.00, dibuka dengan sambutan ketua penyelenggara, dan ketua dari Gama Oil and Gas. Oh ya, seperti yang dijelaskan sebelumnya tentang tujuan seminar ini, yakni memberikan wawasan pada mahasiswa berlatar belakang manapun, maka seminar ini pun terbuka untuk berbagai displin ilmu, jurusan, fakultas, hingga universitas. Selain terbuka untuk umum, seminar ini juga gratis (hehehe, seneng banget kalau yang begituan) ditambah pula dapat fasilitas khusus (baca: seminar kit, snack, dan lunch, e-certificate, kurang apa coba? hehe). Dalam seminar ini, dihadirkan dua pembicara yang expert pada tema, pertama Bapak Andre Susanto sebagai konsultan bidang energi yang sepak terjang dan pengalamannya sudah tinggi dalam menangani dan menganalisa permasalahan energi di Indonesia. Pembicara kedua adalah Bapak Ahmad Agus Setiawan PhD sebagai dosen Fakultas Teknik UGM yang banyak memberikan sosialisasi tentang program kreativitas mahasiswa yang berbau energi terbarukan. Bahkan penelitian beliau yang membuahkan penghargaan di Australia juga merupakan buah pemikiran dari permasalahan energi yang ada di Yogyakarta.
Sesi pertama seminar, diisi oleh Bapak Andre Susanto yang memberikan prolog tentang challenging pengemebang energi terbarukan di Indonesia. Sebagai contoh adalah kasus Wind Power Grid Intetgration. Menurut beliau, sampai sekarang belum ada perusahaan Indonesia yang ebrsedia investasi secara mandiri dalam proyek-proyek Renewable Energy. Jadi, selama ini adanya kita dengan PLTA, PLTS, PLT Panas Bumi merupakan hasil akuisisi dari pihak asing. Belum ada yang murni dimotori oleh pribumi Indonesia (miris). Padahal sumber daya manusia di Indonesia untuk sekadar membuat desain dan inovasi baru dalam bidang itu sangat melimpah.Selain itu, yang terjadi perusahaan Indonesia belum ada divisi Research and Development yang memberikan kajian dan penelitian pada proyek-proyek perusahaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa program energi terbarukan di Indonesia belum terencana dengan matang dan sistematik anatara pihak swasta, pemerintah, dan masyarakat umum.
Kondisi energi di Indonesia sudah dalam keadaan darurat. Kita sudah tidak bisa berleha-leha atau puas dengan statement Indonesia kaya dengan Sumber Daya Alam. Alih-alih itu sudah menjadi dongeng, pasalnya menurut penuturan Bapak Andre kekayaan essensial energi seperti Minyak, Batubara, dan Gas sudah lenyap dengan singkat di bumi pertiwi ini. Minyak, dapat dilihat dari posisi negeri kita yang sekrang sebagai pengimpor bukan eskpor lagi. Batu bara,sekarang harganya sangat anjlok, karena produk kualitas tinggi (posisi paling atas, lebih banyak kandungan kalori) nya sudah terjual ke Eropa, menyisakan kualitas rendahnya yang posisinya memang berada di dasar. Gas, dapat dilihatm dari kondisi Arun yang cadangan minyaknya sudah habis dalam 25 tahun. Padahal cadangan gas di Arun merupakan cadangan terbesar yang Indonesia punya.
Meski ilmuwan-ilmuwan di Indonesia memiliki kapasitas yang besar dalam hal ilmu dan teknologi tetapi sayang, semua itu belum didukung oleh kelancaran dalam hal birokrasi dan perizinan. Perlu diakui, urusan perizinan memang masih ribet di Indonesia. Namun, semua tantangan itu harus dihadapi untuk maju. Kalau kita sedang berusaha menerapkan energi terbarukan dengan teknologi lokal (pribumi) sendiri maka kitta harus berusaha menghadapi kerikil-kerikil itu. Meski terkesan ribet dan seakan tidak pernah selesai atau membingungkan tetapi kalau kita tida berusaha menerjang dan memecahkannya maka mustahil proyek lokal energi terbarukan akan terlaksana. Mustahil pula niat kita sebagai generasi muda untuk menjadi agen perubahan negeri ini terlaksana. Maka, pesan Pak Andre bahwa challenge untuk menerapkan energi terbarukan kita sendiri masih dapat terkontrol, masih memungkinkan kita untuk berhasil jikalau kita memang berusaha dan bersungguh-sungguh.
Secara materi melalui slide, Bapak Andre menjelaskan Challenge for Renewable Energy ada dua yang utama. Pertama Lahan, terkait dengan pembebasan lahan yang memang sangat dibutuhkan mengingat pengadaan pembangkit listrik dengan energi terbarukan ini yang cukup besar. Kemudian, dala membutuhkan space.Selain itu, kontrak perizinan juga masuk pada challenge lahan ini. Bapak Andre mengantongi 26 perizinan dalam mengupayakan penerapan energi terbarukan ini. Selanjutnya adalah negosiasi kontrak dengan PLN yang masih ada kaitannya dengan lahan. Sebagaimana keinginan manusia agar ilmu yang dimilikinya jelas berdampak kontributif, maka tentu proyek pembangit listrik energi terbarukan ini pasti ingin segera disalurkan sebagai listrik komersiil (dipakai PLN) untuk selanjutnya disalurkan ke rumah tangga dan perkantoran.
Challenge utama yang kedua ada pda permasalahan logistik, yakni peralatan dan teknologi yang digunakan masih banyak yang impor. Meski sebenarnya anak bangsa bisa berusaha sendiri untuk mau membuatnya sebagai kontribusi pembangunan energi terbarukan. Setelah menghadapi challenge maka kita perlu melakukan survey lokasi. Lokasi perlu dipertimbangkan karena penerapan energi terbarukan dalam sisi operasionalnya sangat tergantung pda lokasi dimana dia berada. Misalnya apakah lokasi masih bisa dilewati alat-alat berat? apakah di sekitar lokasi masih banyak tenaga kerja (buruh) yang bisa didayakan? dan apakah di sekitar loaksi juga masih ada pemukiman dimana listrik hasil energi terbarukan itu cepat tersalurkan ke sasaran?
Di Indonesia stakeholder dalam bidang energi sangat banyak, sehingga permasalahan yang ada sekarang sangat sistematik. Pak Andre melanjutkan ceritanya tentang realita PLN dan DPR dalam memandang kebijakan energi. Jadi, PLN hanya emmliki pemasukan dari subsidi listrik oleh DPR dan tarif dasar listrik (dari konsumen yang kita bayarkan). Sementara subsidi untuk PLN terus berkurang setiap tahun. Subsidi untuk energi terbarukan sendiri sebesar 1,3 T ditolak oleh DPR. Nah, pemasukan PLN dari dua sumber dana utama tadi sebenarnya masih kurang bila dibandingkan dengan biaya yang harus mereka keluarkan untuk “membeli” listrik dan menyalurkannya. Biaya yang dikeluarkan untuk “membeli” listrik yang bersumber dari batu bara dan minyak diesel itu akan selalu naik sepanjang tahun, meskipun di awal sekarang terlihat lebih rendah bila dibandingkan dengan biaya listrik yang bersumber dari energi terbarukan. Biaya listrik dari energi terbarukan memang lebih tinggi, tetapi keuntungannya biaya tersebut relatif lebih stabil. Namun, sayang pembelian PLN dari energi terbarukan itu baru dibatasi 10%. Itulah mengapa menjadi salah satu faktor penggunaan energi terbarukan di Indoensia masih belum maksimal. PLN membatasi dengan angka itu beralasan bahwa PLN belum bisa menghandle pembangkit tenaga listrik energi terbarukan dengan baik, dan alasan bahwa adanya sumber pembangkit listrik tenaga energi terbarukan letaknya jauh dari sasaran distribusi listrik sehingga menambah biaya lagi. Padahal stabilitas harga listrik bersumber energi terbarukan itu dapat mengurangi cost pembelian listrik oleh PLN yang harganya selalu naik. Jadi, berdasarkan grafik yang pak Andre buat, ada semacam surplus yang didapatkan apabila kita menggunakan listrik yang bersal dari energi terbarukan, meski biaya terkesan tinggi tapi stabil dan bisa lebih save anggaran dari subsidi yang pemberiannya terus turun.
Selain membahas permasalahan, pak Andre juga memberikan gambaran solusi (Solution Grid Impact Study) seperti dalam hal teknis transition response ke jarinagn yang dikembalikan ke voltage biasa (sesuai yang dipakai rumah tangga) lalu bisa juga menggunakan grid storage solution (meski haraganya masih mahal). Lalu solusi terkait cost PLN, Pak Andre juga menawarkan dengan skema pembelian listrik progressif dalam meningkatkan pemasukan PLN dari segi tarif. Jadi, akan ada pemberlakuan tarif yang berbeda untuk pemakaian listrik pda kilowatt terentu. Intinya semacam subdisi silang, bagi mereka yang pemakaian listriknya tidak besar akan dibebaskan TDL nya (Tarif Dasar Listrik).
Di akhri sesi ini, Pak Andre memberikan kesempatan untuk bertanya, dan audiens sangat baik responsnya. Mereka menayakan banyak hal dari segi teknis dan operasional. Pak Andre pun dengan antusias juga menjawabnay dengan baik. Beberapa informasi yang Early himpun dari hasil tanya jawab audiens dan speaker ini adalah tentang keberadaan PLT Bayu (Angin) dan PLTS (surya) yang lebih difokuskan pada daerah-daerah dimana biaya listrik masih tinggi. Sementara pembangkit listrik mikrohidro dan pikohidro yang bekerja dengan mekanisme pengalihan sebagian arus sungai atau selokan bisa generate listrik secara langsung di lokasi. Artinya penggunaan teknologi ini harus langsung digunakan (listriknya) on the spot. Namun, untuk teknologi mikrohidro ini belum diketahui persebaran air dalam mengembangkan teknologi di lokasi tepat. Meskipun teknologi mikro dan nano hidro ini sangat potensial sekali dalam membantu pengadaan listrik. Sementara itu, pembangkit listrik tenaga surya dan angin sudah terdapat general forecasting yang dapat dilihat beban per harinya untuk mengetahui kapasitasnya untuk hari itu (dengan kondisi tertentu) bisa menghasilkan listrik berapa kilowatt. Sehingga dengan adanya general forecasting pembangkit listrik tenaga surya dan bayu ini dapat lebih mudah dalam displacement.
Adajuga yang menayakan tentang Pembangkit Listrik Geothermal yang masih jarang penerapannya. Prinsip dari pembangkit listrik ini adalah mengambil steam (uap air) di bawah perut bumi. Namun, eksplorasinya maish sangat mahal butuh sekitar 1-2 juta Dollar. Di Flores, sudah dibangun PLT Geothermal ini tetapi masih berkapasitas 5 Megawatt. Untuk saat ini, pembangkit listrik dari energi terbarukan yang efisien adalah PLT surya yang boilernya sudah dapat diproduksi lokal dan PLT Bayu yang tiang-tinganya setinggi 80 meter itu juga sudah dapat diproduksi lokal. Sementara PLT Gelombang laut maish membutuhkan kabel-kabel bawat laut yang cukup menghabiskan banyak biaya (levelage cost of energy).
Sesi pertama akhirnya diakhiri dengan lebih 10 pertanyaan terjawab oleh Bapak Andre. Sesi ini berakhir sekita pukul 11.30, dilanjut break dan makan siang. Nah, sesi kedua dengan pembicara Bapak Ahmad Agus Setiawan PhD dimulai pukul 12.15. Sesi ini terkesan lebih sanati karena Bapak Agus lebih banyak memberikan video. Video-video yang ditayangkan terkait dengan penelitian beliau mengenai pemanfaatan energi terbarukan di daerah terpencil yang ada di Yogyakarta. Di sana akses masyarakat untuk air bersih masih cukup sulit ditambah medan yang terjal untuk menuju sumber air. Sebenarnya penelitian tersebut, meruapkan penelitian beliau untuk program PhD di Australia sekaligus diikutkan kompetisi dan berhasil meraih penghargaan. Video lainnya ada tentang animasi bagaimana smart grid ini diterapkan. Video tersebut cukup menarik karena mengandung samacam cerita, yang intinya smart grid terjadi karena ada storage.
Sesi kedua ini lebih singkat, pak Ahmad lebih menekankan pada ajakan untuk menyusun program-program kreativitas mahasiswa yang berbau permasalahan energi. Hal ini dikarenakan permasalahan energi merupakan 1 dari 10 SDG’s yakni point sustainable energy, yang juga menjadi permasalahan global. Well, akhirnya sesi kedua ini berakhir sekitar pukul 13.20. Selanjutnya acara ditutup dengan mengerjakan 10 soal post test hehe. Kaget juga waktu Early tahu ada beginian, yak kayak penilaian kuliah aja. Early pun jawab soal mulitple choice itu, yang sebagian besar ternyata memang sudah terjawab memalui dua sesi seminar tadi. Penutupan acara dilakukan dengan foto bersama semua peserta dan panitia. Akhirnya acara diakhiri sekitar pukul 13.30 dengan senyum bahagia karena semakin berisinya otak dan dada. Semoga melalui seminar ini dapat membuahkan inspirasi dan gerakan bagi kita semau untuk lebih peduli dengan permasalahan energi di Indonesia dan nantinya bisa berkontribusi sesuai disiplin ilmu masing-masing menuntaskan segala masalah dan tantangan yang ada.